Sabtu, 11 Februari 2012

Jika Cinta Lalu Tak Jua Bisa Berlalu


denisadventura.wordpress.com
Cinta pertama tak pernah padam. Begitulah kata pepatah. Meski kerapkali diiringi “kepedihan”, namun cinta pertama tetap lekat di hati. Tak lekang oleh waktu, meski kisahnya menjadi kasih tak sampai, alias putus di tengah jalan, tapi kenangannya terus tersimpan. Tak jarang pula meski seseorang telah menikah dengan yang lain, namun tak semuanya sanggup untuk benar-benar melupakan kisah kasih tersebut.
Seorang sahabat pernah memberikan sebuah nasehat, tak perlu melupakan cinta pertama, karena semakin kita berusaha untuk melupakannya akan semakin sulit kita terlupa. Lantas, apa yang harus dilakukan jika ternyata waktu tak berpihak dengan cinta pertama kita? Jika ternyata untaian cinta itu kemudian harus terurai seiring perjalanan hidup kita? Kemudian ternyata bukan dia tetapi justru orang lain yang
menemani sisa perjalanan waktu itu di sisi kita. Berkhianatkah?
Saya lebih suka mengibaratkan hati seperti sebuah rumah dengan ruang-ruang di dalamnya. Katakanlah salah satu ruang itu berisi kenangan cinta pertama, dan ruangan itu kemudian kita tutup karena jalinan cinta telah usai meski rasa dan kenangannya masih bersemayam di sana. Kuncilah rapat pintunya, jika memang sudah tak mungkin lagi ruangan itu kembali kita tempati karena suatu kondisi. Karena ikatan perkawinan yang kita jalani dengan yang lain atau yang dijalani olehnya, si sosok cinta pertama. Tak perlu meruntuhkan ruangan itu jika kita memang tak pernah sanggup meruntuhkannya. Biarkan saja ruangan itu tetap ada di sana, di salah satu sudut hati dan jadikan saja ruangan itu sebagai sebuah ornamen rumah hati. Tapi ingatlah, jangan pernah lagi buka pintunya. Biarkan saja ruangan itu berdebu, tetap terlihat oleh kita tapi tidak menarik kita. Kemudian berikan kunci utama rumah hati kepada pasangan kita dan berdansalah, menarilah, hiasilah ruang-ruang lain bersama pasangan kita seindah-indahnya. Anggaplah cinta lalu sebagai sebuah warna yang memang harus ada dalam hidup kita, memberi keindahan meski bukan keindahan yang terindah.
Bagaimana jika pasangan kitalah yang masih terkenang dengan cinta pertamanya? Tak perlu pula kita berusaha menghancurkannya, karena bukan kita pemilik ruang hati itu. Menghancurkan satu sudut ruang di hati pasangan kita, bisa jadi ikut menghancurkan seluruh ruangan lainnya dan tak ada lagi yang tersisa bahkan untuk kita. Tapi, bawalah dia ke dalam ruang hati yang kita tempati dengan penuh keindahan. Tunjukkan bahwa ruang hati yang kita tempati jauh lebih luas, membentang hingga seluruh waktu dalam perjalanan cinta kita terangkum di sana hingga akhir. Jikapun kenangan akan cinta pertama masih terus membayang dalam benak pasangan kita, tak perlu bersaing dengan masa lalu. Masa lalu tetaplah masa lalu, dan endapan kenangan itu bukan sebuah chip yang bisa dengan mudah kita lepas.  Kitapun tak pernah bisa memasuki masa lalunya, kecuali kita temukan pintu dimensi waktu. Bersainglah dengan masa kini dan masa nanti dengan memberinya warna seindah pelangi.
mencintai...
bukanlah bagaimana kamu melupakan...
melainkan bagaimana kamu memaafkan...
bukanlah bagaimana kamu mendengarkan...
melainkan bagaimana kamu mengerti...
bukanlah apa yang kamu lihat...
melainkan apa yang kamu rasakan...
bukanlah bagaimana kamu melepaskan...
melainkan bagaimana kamu bertahan...
-Kahlil Gibran-

1 komentar: