Jumat, 11 November 2011

Senja Kerinduan


Senja membasah, langit pun memerah. Seperti lagu yang terus berdendang, menyapa sudut hatiku, sunyi. Entahlah, sudut hatiku ini masih terus mengingat, setiap detik, setiap menit, saat jejak harapan terpatri. Meski pupus sudah asa bergelayut.

Aku hanya bisa berteriak dalam diam. Mengumbar rasa dalam keheningan. Menyimpan dalam relung tak bercelah, dan kunikmati dalam pedih. Kemudian kubiarkan tetes-tetes bening itu merambati hati dalam sunyi. Sekedar sedikit menuntaskan pepatnya hati, dan berharap mampu mengurai dalam waktu.

Senja telah menapak. Meski rasanya masih saja bait rindu membelenggu. Bait yang seharusnya mampu kutuntaskan dalam waktu. Berpuluh bahkan beratus purnama telah menyapa sinar merah langit senja, namun tak mampu jua ku memutar hari menuju pagi. Dan kemudian berlagu dengan kidung baru.

Entahlah, tak mampu sepatahpun aku menjawab, sampai kapan semua ini membelenggu? Betapapun kuatnya badik mengurai, betapapun jauhnya kaki berlari. Dan aku kembali meluruh pada masa lalu.

Bergores kata kutuangkan, berharap tuntas dalam untaian. Berkali kupalingkan diri menuju senyum sang mentari, namun merah senja rindu masih enggan pergi.

Dan tanya itupun menggema, sampai kapan? Biarkan aku lari menuju senyum mentari dan menutup senja kerinduan tak bertepi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar